Chapter 6
Chapter 6
Bab 6
Udara pengap, suhu udara menurun.
Pria bertubuh tinggi dan tegap itu bagaikan dewa yang dihormati. Ia berdiri tegak di belakangnya sambil memancarkan aura penindasan yang kuat.
Tracy menggigit bawah bibirnya. Ia tidak berani bernapas. Dari pantulan cahaya cermin lift, ia bisa melihat Daniel sedang menatapinya. Kedua tatapan matanya tajam dan membawa cahaya dingin tidak bisa diprediksi!
Seperti singa yang sedang melihat mangsa di depan matanya....
Cepat sedikit, cepat sedikit, lebih cepat sedikit....
Tracy menantikan lift cepat tiba di tujuan agar ia dapat segera meninggalkan ruangan menyesakkan ini.
Angka lift pelan-pelan berubah, 13, 12, 11, 10....
Jantung Tracy ikutan berdegup saat angka lift berubah. Di belakangnya, Daniel juga sedang mendekati dia.
“Ting!” Akhirnya, lift tiba di tujuan. Belongs to (N)ôvel/Drama.Org.
Ketika pintu lift baru terbuka, Tracy bergegas keluar dari lift. ‘Brak’, kakinya tersandung dan tersungkur di depan pintu lift.
Bagaikan seekor katak sedang tengkurap di atas lantai!
Terjadi kegemparan di luar pintu, sekelompok karyawan yang keluar dari lift terperangah melihat pemandangan ini. Tidak sedikit orang yang menutup mulut menertawakan ia.
Tracy hanya ingin menemukan celah untuk bersembunyi. Ia tergesa–gesa berdiri, lalu lari sambil menutupi wajahnya…
Di belakangnya, mata pria itu terus mengikuti pergerakan tubuh dirinya. Sudut bibirnya naik ke atas, menakutkan namun memesona.
Tracy mengira acara penyambutan makan-makan di restoran, tak disangka malah minum minum alkohol di bar. Yang lebih membuatnya terdiam, Axel juga ikut!
Apa hubungannya acara departemen adminitrasi dengan departemen HRD?
Tracy tidak senang, tapi para rekan kerjanya semua ada di sana. Ia juga tidak pintar mengusir
tamu.
Sejak awal Axel sudah sepakat dengan rekan kerjanya. Mereka pesan alkohol mahal hingga satu meja terisi penuh.
“Manajer Axel, bir ini seharga 16.000.000, tidak baik memperlakukan karyawan baru seperti ini.” gumam satu rekan kerja pria mengingatkannya.
“Kalian tidak tahu,” Axel tertawa, “Tracy ini anak orang kaya, dia anak berduit. Dulu saat ke bar, jangankan bayar beberapa alkohol ini, seluruh tagihan di bar ini juga bisa ia bayar!”
“Hah? Serius?” Beberapa rekan kerja wanita langsung tertarik dengan gosip ini. Mereka mengelilingi Tracy sambil melontarkan beberapa pertanyaan, “Tracy, kamu anak orang kaya, ya? Benar-benar tidak kelihatan, loh. Kamu benar-benar rendah hati.”
“Bukan kok...”
“Kenapa bukan?” Axel memotong pembicaraannya sambil tertawa sinis, “Putri tunggal James, orang terkaya di kota Bunaken. Kalian pasti pernah mendengar ini, kan?”
“Maksudmu James yang bunuh diri, lompat dari gedung empat tahun lalu itu?” Seorang rekan kerja pria tiba-tiba sadar “Pantas saja aku merasa namamu ini sangat spesial....”
“Sepertinya aku pernah melihat berita ini waktu itu. Katanya pernikahan putri tunggalnya dibatalkan oleh keluarga besar Stanley. Kemudian putrinya pergi ke bar mencari gigolo waria. Huk… Huk… Apakah berita ini benar?”
Semua rekan kerja menatap Tracy dengan pandangan penasaran, tertarik dan kegirangan, Mereka menunggu sebuah jawaban.
Pandangan-pandangan ini bagaikan duri tajam yang menusuk Tracy. Ia tidak sanggup mendengar lebh lanjut, kemudian ia berdiri dan pergi....
Manajer departemen administrasi, Noah menariknya dan juga menegur beberapa rekan kerjanya, “Kalian ini kenapa? Bagaimana bisa memperlakukan rekan kerja baru seperti ini? Semuanya harus saling menjalani hubungan dengan baik, jangan menguak luka orang lain.”
“Iya, iya. Maaf, maaf...”
Para rekan kerja dengan cepat meminta maaf kepada Tracy.
Tracy menatap Axel yang sedang menyeringai, lalu ia pergi meninggalkan ruangan itu.
Awalnya ia ingin lepas dari masa lalu, lalu memulai hidup baru lagi. Namun, bayangan masa lalu selalu mengikuti, rasanya tidak bisa lepas darinya bagaimana pun caranya….
Tracy menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya.
“Kenapa? Begini saja sudah tidak tahan?” Axel mengejarnya keluar, “Kalau begitu bagaimana kedepannya kamu hidup?” ejek Axel.
“Kamu sengaja, kan.” Tracy melototinya dengan marah, “Sengaja merekrutku masuk, sengaja menghasut teman-teman rekan kerja agar aku mentraktir mereka, sengaja menjelekkanku. Ini semua demi balas dendam!”
“Benar sekali,” Axel menganggukkan kepala sambil tertawa, “Aku juga sengaja memesan pesanan ratusan juta itu, cukup untuk memperlihatkan gengsimu.”