Bad 1327
Bad 1327
Bab 1327 Kebohongan Nina
Nina membuka mata. Air mata penyesalan masih membasahi pipinya. Dari setiap napas yang dihirupnya dia bisa mencium bau busuk di udara. Semakin lama tinggal di sel tahanan sempit dengan memakai seragam penjara, semakin dia kehilangan akal sehatnya.
Dia bahkan tidak bisa membayangkan akan seperti apa hidupnya mulai sekarang. Bagaimana saya bisa menjalani hidup di penjara seperti ini? Apa gunanya hidup?
Di pagi hari, Nina dibangunkan oleh suara orang menggedor pintu sel tahanannya. NôvelDrama.Org © 2024.
“Seseorang ingin bertemu denganmu,” ucap petugas.
Nina tersentak bangun. Matanya yang merah, rambut acak–acakan, dan wajah lebam setelah operasi tanpa riasan sedikitpun telah membuatnya terlihat seperti hantu. “Siapa? Siapa yang ingin bertemu dengan saya?” tanyanya.
“Lihat saja sendiri!”
Nina tidak ingin ada orang melihatnya dalam keadaan seperti ini, bahkan orang tuanya sendiri.
Meskipun begitu, dia sangat berharap Biantara dan Maggy akan datang menemuinya. Mungkin mereka akan kasihan melihat betapa menyedihkannya saya dan berniat untuk mengurangi hukumannya.Apakah mereka ke sini? Nina bergegas ke ruang kunjungan, tetapi saat melihat seorang perempuan muda duduk di balik sekat, dia merasa sangat malu dan ingin kembali ke dalam selnya.
Qiara yang datang. Nina yakin Qiara datang ke sini untuk mengejeknya dan ingin mengatakan hal paling buruk untuk menghinanya.
apa
“Ada kamu di sini?” Mau tidak mau, Nina pun duduk. Dia ingin mendengar apa yang ingin Qiara katakan.
Qiara menatap Nina dengan mata dingin dan tajam. “Saya ingin bertanya padamu. Apakah kamu pernah mendengar Lies membahas tentang adik saya?”
“Kenapa kamu bertanya? Apakah kamu masih mencarinya? Adikmu mungkin sudah mati sejak lama,” ujar Nina.
“Tidak pernahkah Lies mengatakan sesuatu padamu sebelumnya? Jika bersedia memberitahu apa yang kamu ketahui, maka saya akan bersikap lembut terhadapmu.” Qiara bersungguh–sungguh. Lies telah memanfaatkan adiknya untuk kasus penipuan ini.
Apakah mungkin dia terkait dengan hilangnya adik saya? Qiara yakin Lies tidak akan mau bicara tentang hal itu, tetapi mungkin memberitahu Nina sesuatu saat mereka bersekongkol.
Mata Nina berbinar–binar. “Benarkah?”
“Pertama, katakan apa yang Lies sampaikan padamu.” Tujuan Qiara saat ini adalah menemukan
adik kandungnya yang asli dan meringankan kesedihan orang tuanya karena kehilangan putri
mereka.
Kalau tidak, dia tahu kondisi ibunya akan semakin terpuruk setelah kasus ini.
Nina mulai mengingat–ingat. Lies memang bercerita banyak tentang putri bungsu keluarga Shailendra. Takut ada orang yang sadar akan tipu muslihatnya ini, maka Lies memberikan banyak informasi kepada Nina, termasuk apa yang dikenakan gadis itu saat hilang, bagaimana rambutnya diikat, juga di mana dia menghilang.
“Dia pelakunya! Dia yang menculik adikmu. Qiara, saya akan memberi lebih banyak informasi lagi jika kamu berjanji akan memastikan bahwa saya mendapatkan hukuman yang lebih ringan.” Nina memutuskan untuk mengelabui Qiara, memanfaatkan dorongan menggebu darinya untuk menemukan adiknya, agar bisa meringankan hukumannya.
“Benarkah? Apakah dia menceritakannya padamu?” tanya Qiara sambil mengemyit.
“Benar, dia sendiri yang memberitahu saya. Qiara, tolong berikan kesaksian yang baik untuk saya saat di depan hakim nanti.” Nina rela mengatakan apapun demi mencapai tujuannya.
Namun, Qiara hanya menatapnya dingin dan tajam. “Baiklah. Katakan semua yang kamu ketahui terlebih dahulu, dan saya akan mempertimbangkan untuk memberi kesakian baik untukmu.”
“Kenapa, kamu…” Nina mengencangkan rahangnya.
Qiara sudah berkali–kali ditipu olehnya sepanjang setahun lalu. Dia tahu semua cerita tentang Nina dan tahu kalau dia sedang berbohong.
“Sebenarnya apa maumu, hah? Apakah kamu ingin menipu saya? Kalau begitu, saya harap kamu tidak akan pernah bertemu dengan adikmu!” akhirnya Nina memperlihatkan watak aslinya.
Qiara bangkit dari tempat duduknya, membuat Nina panik. Dia mencengkeram jeruji yang memisahkan mereka dan mulai merengek. “Qiara, saya mohon padamu dan keluargamu. Tolong lepaskan saya. Saya tahu saya sudah berbuat salah. Tolong lepaskan saya kali ini, ya? Seharusnya saya tidak berpura–pura menjadi adikmu. Saya memang orang yang jahat. Saya pantas mati. Tolong, saya mohon kepadamu. Tolong, Qiara …”
Rengekan Nina semakin parau dan terdengar semakin putus asa.
Meskipun begitu, yang Nina terima hanyalah memandangi kepergian Qiara–kepergian seseorang yang memiliki kebebasan dan masa depan cerah. Saat menyaksikan kepergiannya, Nina menyadari kalau dia tidak pernah merasa sangat cemburu seperti saat ini.