Bad 1315
Bad 1315
Bab 1315 Hati yang Gelap, dan Gelap
Foto2 itu adalah kepingan berguna untuk rencananya.
Panggilan dari Lina datang beberapa saat kemudian. “Bianca, apakah kamu mengirimi semua
foto itu?”
“Itu adalah foto pribadi kakak saya. Dia menjalin hubungan cinta dengan Nando. Tidakkah kamu ingin memisahkan mereka?” Bianca tersenyum. Original content from NôvelDrama.Org.
Lina meminta konfirmasi darinya. “Apakah kamu yakin bahwa dialah dalam foto itu?”
“Tak masalah. Saya hanya ingin menolong kamu. Kam ingin menikahi Nando, dan saya tidak ingin kakak saya ini berkencan dengannya.”
“Dia itu kakakmu, Bianca.”
“Jadi? Gunakan saja foto–foto itu kapanpun kamu mau, Nona Padma. Saya mengunggu–nunggu sekali hari kamu menikahi Nando.
Lina juga berada di bar di saat yang sama. Hatinya merasa bertentangan demi melihat foto itu, tetapi satu hal yang pasti: foto–foto ini sangat membantu. Tidak terlalu banyak bujangan di kalangan sosial tinggi yang masih tersisa. Jika tidak segera menikah, maka tidak akan ada siapapun untuknya; dan di antara bujangan langka yang masih ada, Nando adalah yang terbaik.
Mungkin memang tidak ada peluang baginya untuk menikahi laki–laki itu bahkan bila dia berhasil merusak kisah cinta keduanya. Namun, sepanjang Qiara masih tetap menjadi kekasihnya, dia tentu tidak akan berkesempatan untuk mendekati Nando. Dia harus menyingkirkan semua perempuan di seputaran Nando bila ingin merebut peluang itu.
Setelah segalanya terjadi, Bianca memutuskan untuk meninggalkan Negeri Harapan secepatnya. Manajernya tengah mempersiapkan segalanya saat ini. Karena ketegangan antara dia dan keluarga Shailendra, tetap berada di sekitar sini tentu akan membuat mereka lebih kesal, maka dia membeli tiket penerbangan pertama ke esokkan harinya.
Bianca segera pulang untuk berkemas. Pasangan suami–istri Shailendra masih terjaga. Mereka tak mengerti mengapa Bianca begitu berbeda dari saudara kembarnya. Ini bukan lelucon. Dengan kecepatan yang ditempuhnya, dia akan mengalami sesuatu yang tidak bisa dia tangani.
“Kita harus bertindak untuk membuatnya berubah,” kata Maggy. “Saya akan membawanya ke psikolog.”
“Ya. Saatnya melangkah masuk ke dalam masalah ini,” Biantara mengangguk. Dia memang sukses dalam karirnya, tetapi bila anak perempuannya gagal sebagai manusia, maka dia dianggap tidak sanggup menyelesaikan tugasnya sebagai seorang ayah.
Saat itulah mereka mendengar Bianca tiba di rumah. Keduanya berdiri, dan Bianca terkejut mendapati mereka masih terjaga.
“Ayah, Ibu? Kalian masih belum tidur?” Dia menatap keduanya dengan gugup.
“Bianca, kita harus bicara,” kata Biantara.
“Saya harus berangkat pagi–pagi sekali besok. Saya harus berkemas. Kita bicara besok saja.” Bianca enggan mendengar semua ceramah mereka. Toh, saya seperti bukan anak sejati mereka. Kadangkala, mereka bahkan memandang saya dengan tatapan aneh, dan ceramahnya begitu menjengkelkan.
“Kamu akan pergi besok pagi?”
“Ya. Saya sudah membeli tiket. Saya tidak ingin membuat kalian kesal. Saya tahu, saya tahu. Maafkan saya. Saya akan berubah.” Dia kemudian naik ke lantai atas.
Biantara dan Maggy mengajaknya berbicara, tetapi Bianca berlalu tanpa memberi kesempatan pada keduanya. Tak ada pilihan lain kecuali menunda diskusi ke esok harinya.
Nando berada di sisinya. Dia juga marah dengan semua kejadian ini. Bianca mencoba menyulut kesalahpahaman dan perselisihan di antara dirinya dan Qiara, dan juga menyakiti keluarga Shailendra.