Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 158



Bab 158

Suhu tubuhnya yang begitu panas seakan menyebar dari punggung tangannya ke seluruh bagian tubuhnya, membuat Selena merasa ketakutan.

“Harvey, semua orang di pulau ini sangat baik dan sangat menjagaku, bahkan Harvest dan yang lainnya juga nggak melukaiku sama sekali. Harvest suka sekali tempat ini... lalu, masalah penculikan itu cuma salah paham, aku bisa menjelaskannya padamu...”

“Aku akan pulang bersamamu, tapi tolong lepaskan mereka, oke?” ucap Selena memohon tanpa memberontak.

“Seli, kenapa sih kamu selalu membuatku marah? Kalau dari dulu kamu nurut, kita kan nggak mungkin sampai seperti ini?” ujar Harvey dengan dingin seraya mengelus lembut kepala Seli dengan jari yang memegang rokok.

Sembari menahan penghinaan, senyuman paksa muncul di wajah kecil Selena yang pucat, air mata pun juga hampir menetes. “Baiklah, mulai sekarang aku nggak kabur, aku nggak akan kabur lagi.”

“Ini kamu yang mengatakan sendiri ya, tapi kalau sampai kamu kabur lagi, bagaimana?”

Selena manatap Harvey dalam diam, matanya yang berkaca-kaca membuat orang- orang semakin sedih.

Jari telunjuk dan jari tengah menjepit rokok sambil meremas dagu Selena, puntung rokok yang menyala itu berjarak sangat dekat dengan kulitnya.Exclusive content from NôvelDrama.Org.

Selena tentu bisa merasakan panasnya rokok itu, sekalinya bergerak, dia bisa terselomot.

Dia pun terpaksa diam dan membiarkan Harvey berbicara perlahan di telinganya, Seli, kalau sampai kamu kabur lagi, aku akan memusnahkan pulau ini, pegang

omonganku.”

Dalam hina, Selena memejamkan matanya dan air mata menetes, “lya, aku tahu,” jawabnya.

Selesai bicara, bibir merahnya dikecup, napas yang dominan dan kasar menggerogoti tubuhnya.

Selena enggan, ada ratusan orang di sekitarnya.

Angin laut bertiup kencang, Harvey menariknya ke dalam pelukannya.

Rokok di tangannya jatuh, Harvey pun menciumnya semakin intens.

Rasa malu dan hina tidak mampu diungkapkan oleh Selena. Harvey tahu betul, tapi apa gunanya? Dia menggunakan cara ini untuk memberi tahu George, miliki siapakah Selena itu.

Terkadang, perlombaan pria itu begitu kekanak—kanakan.

Sebelum Selena tercekik, Harvey akhirnya melepaskannya, lalu melirik George dengan dingin dan pergi membawa Selena dengan sikap seorang pemenang. Selena tentu tahu bahwa ini hanyalah permulaan, Harvey tidak mungkin melepaskannya begitu saja.

“Ibu!” Harvest segera menghampiri Selena dari jauh.

Dia berlari ke kaki Selena, dan Harvey mengangkatnya, “Bermainlah di sana,”

ucapnya.

Dengan kesal, Harvest cemberut. Namun karena adanya penekanan, dia tidak berani berbuat seenaknya, dan hanya bisa menatap Selena dengan sedih.

Sayangnya, dia tidak tahu bahwa Selena tidak bisa melindungi diri, dia lemah. Harvey menyerahkan Harvest pada Alex, kemudian langsung membawa Selena masuk ke kamarnya.

Setelah pintu tertutup, Harvey menekan Selena ke dinding.

Tanpa sadar, Selena hendak meronta, satu tangan dipegang erat dan diangkat ke atas kepala, sementara kaki Harvey berada di antara kedua kakinya, membuatnya

tertahan.

Sembari meremas dagu Selena, Harvey merendahkan suaranya di telinganya, “Kamu suka sama penculik itu?”

Komentar pedas itu membuat Selena kesal, matanya menatap penuh amarah.

“Aku nggak suka sama dia, tapi aku benci sama kamu.

Kata ‘benci' itu seolah menusuk Harvey, matanya yang terkulai sudah menjadi dingin, “Kamu bilang apa?” ucapnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.